Merasakan Kekayaan Adat Di Desa Wae Rebo

Negara indonesia adalah negara yang kaya akan alamnya, tetapi tak hanya tak hanya itu Negara Indonesia juga kaya akan budaya dan wisata. Kita sebagai warga Negara Indonesia bisa menemukan tempat-tempat indah di seluruh Indonesia. Di Indonesia Timur salah satunya kita bisa menemukan salah satu kekayaan Negara ini. Di Indonesia timur banyak sekali terdapat potensi wisata yang beragam. Salah satunya adalah Wae Rebo, sebuah desa eksotis yang terletak di Pulau Flores.

Desa Wae Rebo
Desa Wae Rebo, Sumber: www.flickr.com

Wae Rebo adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Desa Wae Rebo termasuk dalam desa terpencil dan terisolasi karena terletak di balik hutan. Anda harus menembus hutan sepanjang 9 km untuk bisa mencapai desa terdekat dengan Wae Rebo. Untuk mencapai Wae Rebo, ada beberapa cara yang bisa Anda tempuh. Cara pertama, Anda bisa melakukan perjalanan dari Labuan Bajo menuju Ruteng. Sesampainya di Ruteng, Anda bisa melanjutkan perjalanan menggunakan ojek sampai ke Dintor. Dintor merupakan desa terakhir yang bisa diakses dengan kendaraan sebelum sampai di Wae Rebo.

Perjalanan dengan ojek ini bisa memakan waktu sampai dengan 2 jam. Tarif ojek ini pun bukan seperti tarif ojek pada umumnya, yaitu sekitar 150.000 Rupiah. Harga yang Anda bayar ini setimpal dengan perjalan yang harus ditempuh, karena Anda akan dibawa melewati bukit terjal, menyusuri hutan, dan juga tepian pantai.

Cara kedua adalah dengan menggunakan truk yang disebut oto kayu dari Ruteng. Anda dapat memulainya dari Terminal Bus Mena, truk ini akan membawa Anda melintasi Desa Cancar, Pela, Todo, dan Dintor sebelum Anda akhirnya mencapai Desa Denge. Oto kayu biasanya berangkat dari terminal di sore hari. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 sampai 3,5 jam.

Cara ketiga adalah dengan menggunakan perahu. Rute yang harus Anda tempuh melalui Labuan Bajo menuju selatan ke arah desa pesisir Nangalili. Biaya yang dibutuhkan untuk menyewa perahu sekitar 400.000 Rupiah. Karena tidak ada jadwal perahu biasa, sangat dianjurkan untuk charter kapal di muka. Perjalanan dengan menggunakan perahu ini akan memakan waktu sekitar dua jam yang akan membawa Anda menyeberang ke Pulau Mules. Sesampainya di Pulau Mules Anda dapat melanjutkan perjalanan ke Dintor lalu ke Wae Rebo.

Cara ke Wae Rebo yang keempat adalah dengan hiking. Hiking atau mendaki ini dapat Anda tempuh dengan mengambil jalan antara homestay lokal dan SDK desa (SD). Selama perjalanan, Anda akan melalui tiga tempat istirahat, yaitu Sungai Wae Lomba yang dapat anda tempuh kurang dari satu jam perjalanan dari Denge. Kemudian setelah trekking selama satu jam, Anda akan menemukan tempat peristirahatan kedua, yaitu di Pocoroko. Ini adalah tempat yang penting bagi penduduk desa dan pengunjung yang ingin melakukan panggilan telepon dan mengirim pesan teks dari ponsel mereka, karena tidak ada sinyal selular di Wae Rebo. Dari Pocoroko Anda akan mencapai pos ketiga, yaitu Nampe Bakok yang memakan waktu sekitar 40 menit perjalanan. Dari Nampe Bakoki, Anda bisa menikmati pemandangan bukit yang indah sebelum Anda mencapai Wae Rebo.

Keadaan Desa Wae Rebo
Keadaan Desa Wae Rebo, sumber: www.indonesia-tourism.com

Wae Rebo merupakan desa Manggaraian tua yang jauh terisolasi di daerah pegunungan. Desa ini menawarkan kesempatan bagi para wisatawan untuk melihat sisi otentik perumahan Manggarai dan mengamati kehidupan sehari – hari masyarakat setempat. Di desa ini, Anda berkesempatan melihat Mbaru Niang, yang merupakan rumah adat tradisional berbentuk kerucut melingkar dengan arsitektur yang sangat unik.

Indahnya Desa Wae Rebo
Indahnya Desa Wae Rebo, sumber: bernardbaliadvisor.com

Hingga saat ini Mbaru Niang masih digunakan sebagai tempat mengadakan pertemuan atau ritual do’a Minggu pagi bersama – sama. Rumah adat tradisional ini sempat mengalami masa – masa memprihatinkan, yaitu dimana kondisinya sudah mulai lapuk. Tetapi pada tahun 2008 setelah mendapat kunjungan dari Yori Antar dan kawan – kawan rumah ini bisa diselamatkan.

Pada tahun 2010, yayasan Rumah Asuh mulai merenovasi rumah – rumah ini. Bahkan dalam pembangunannya, pihak swasta dan pemerintah ikut membantu. Sehingga rumah yang awalnya hanya tinggal empat buah saja dengan kondisi yang memprihatinkan, saat ini sudah lengkap menjadi tujuh buah dengan kondisi yang lebih baik.

Bila dibandingkan dengan wisatawan dari dalam negeri, sesungguhnya Wae Rebo sudah lebih dulu terkenal sebagai sebuah tempat wisata di kalangan wisatawan asing. Sejak sebelum tahun 2000an, sudah banyak wisatawan asing yang datang berkunjung ke Wae Rebo. Oleh karena itu, mulai awal tahun 2000an penduduk setempat berupaya untuk mengenalkan Wae Rebo pada masyarakat luas di Indonesia, dengan cara memasang foto – foto desa mereka di beberapa hotel ataupun travel agent di Ruteng.

Buah dari usaha tersebut adalah sebuah keberhasilan yang terlihat sejak tahun 2002 banyak turis yang datang untuk melihat eksotisme Wae Rebo. Akhirnya dari para turis inilah tersebar cerita tentang keindahan arsitektur dan kondisi budaya Wae Rebo. Ketika Anda mengunjungi Wae Rebo, Anda tidak hanya akan melihat perumahan Manggaraian otentik, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk mengamati kehidupan sehari – hari masyarakat setempat.

Sebagian besar masyarakat Wae Rebo bekerja di kebun dari pagi sampai larut malam, tetapi ada juga yang disibukan dengan panen kopi dan pengolahan kacang. Anda juga bisa menyaksikan para wanita di Wae Rebo yang melakukan kegiatan menenun kain songket tradisional, meskipun menenun ini bukanlah aktivitas utama para penduduk wanita Wae Rebo.

ritual di Desa Wae Rebo
Salah satu ritual di Desa Wae Rebo, sumber: www.florestourism.com

Jika Anda ingin merasakan lebih dalam kehangatan di desa Wae Rebo, Anda bisa merasakannya dengan bermalam di Niang Mbaru, menikmati makan malam dan bersosialisasi dengan masyarakat Wae Rebo secara langsung. Selama bermalam disana, Anda akan tidur beralaskan tikar yang dianyam dari daun pandan lengkap dengan kehangatan keluarga yang tinggal disana.

Sumber: anekatempatwisata.com